Siapakah yang Berhak Ada Diujung Pandanganmu?
Siapakah yang berhak ada diujung pandanganmu?
Sunyi semakin nyaring terdengar, merayap lambat dengan cekam yang menguat. Lalu lenyap. Lalu pecah dan memeluk erat. Saat seperti itu yang kamu lakukan hanya terkesiap, tak mampu berucap dan diam menatap. Kamu melihat namun tak lebih dari layaknya buta. Sebab kamu hilang, kamu tak berada di tempatmu sekarang. Kamu mendengar namun tak lebih dari sekadar dengingan. Karena kamu jauh, jatuh dalam pikir dan bayang yang selamanya berkabut. Kamu butuh penerang, bukan senter yang akan redup, bukan juga obor yang akan padam. Kamu butuh pematik dan bahan baku yang dapat terus dia-ada-kan. Kamu butuh kamu untuk bangkit. Kamu butuh semangatmu untuk mematik. Kamu butuh bahagiamu. Pikirmu.
Lalu, siapakah yang berhak ada di ujung pandanganmu?
Mentari pagi menghujam kelopak matamu dengan sinarnya. Kamu tersenyum. Manis sekali. Damai sekali. Seakan tak ada suatu hal terjadi di malam tadi. Hari ini hari bahagiaku. Pikirmu. Tapi kamu kembali lenyap. Terhisap oleh pikiran yang menjadikanmu buta dan tuli. Kamu ingin berhenti dan butiran pil itu memanggilmu lagi dan lagi. Saat itu yang bisa kamu lakukan hanya lari. Tak tentu arah. Ke sana ke sini. Fatamorgana. Secercah asa. Kamu mendapat visi. Halusinasi.
Gulitamu menjadi. Usahamu terhenti. Aliran hangat melintas keluar dari pembuluh nadi. Kamu sendiri dan masih menanyakan pada diri. "Siapakah yang berhak ada di ujung pandanganku?". Kamu tidak akan pernah menemukan jawabmu. Sebab kamu telah mati.
-Flaynn-
Senin, 26 Oktober 2020 20:37
Comments
Post a Comment
Please let me know yout thoughts. Do you mind?