Berproses (1)

Pertanyaan ini sering terpintas di pikiran saya, tentang bagaimana sebagian manusia dapat begitu jujur atas perasaannya sedang sebagian lain tidak bisa leluasa. Apa yang dirasakan setelah emosi itu dikeluarkan, ada tidaknya penyesalan yang terluap beriringan, mengapa dapat begitu mudahnya mengekspresikan? Semua itu berputar melingkar dan belum menemukan jawaban. 

Apa salahnya untuk semua itu disembunyikan? Banyak manusia diluar sana yang mungkin saja hanya menampakkan empati buatan atau lebih parahnya hanya sekadar mencari-cari "bahan". 

Apa salahnya untuk kuat dan berdiri di atas kaki sendiri dan hanya mengizinkan orang terpilih untuk hadir "menetap"? Biarkan manusia diluar hanya melihat kebulan dapur kita tanpa tahu apa bahan bakar dan apa yang sedang dimasak. 

Mengapa semua harus ditunjukkan? Mengapa harus terus menerus memberi tahu khalayak ramai atas apa yang kita mau dan kita rasakan? Bukankah mereka akan tetap melakukan apa yang mereka mau saja? Lantas mengapa masih menaruh harapan kepada manusia? Apakah dengan berkata apa yang kita mau dan harapkan akan serta merta menjadikan mereka robot yang bergerak sesuai keinginan kita? Saya rasa tidak. 

Mengapa terus menerus berharap manusia lain akan melakukan sesuatu yang membuat kita senang dan puas? Mengapa tidak kita saja yang bergerak untuk diri kita sendiri. Bukankah saat manusia lain yang diharap-harapkan itu tidak melakukan apa yang membuat kita senang, kitalah yang akan kecewa? Mengapa terus menerus mendorong diri sendiri dalam perasaan kecewa? Mengapa tidak menciptakan bahagia versi diri sendiri dengan bahan bakar dari diri sendiri dan penggerak diri sendiri? Mengapa manusia gemar sekali menaruh ekspektasi?

Manusia itu makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. Tapi apakah hanya itu alasan untuk terus menaruh ekspektasi? Tidakkah melelahkan untuk terus menunggu manusia lain bergerak untuk memenuhi kesenangan kita? Mengapa tidak berinteraksi sewajarnya, saling membantu dan bersikap sopan tanpa masuk ke dalam ranah emosi yang lebih dalam? Perasaan tidak enak, inferior, putus asa, kecewa akhirnya hanya menggerogoti diri sendiri. 

Pada akhirnya benteng untuk melindungi diri sendiri harus dibangun, bukan?

Namun saat manusia lain tidak berhasil menembus benteng yang telah susah payah kita bangun untuk pertahanan diri dan mereka merasa kecewa akan hal itu, mengapa letak salah ada pada diri yang dianggap terlalu menutup? Bukankah itu semua pilihan setiap manusia? Lantas mengapa untuk setiap anomali, titik salah ada pada minoritas? Bukankah yang berjumlah banyak belum tentu benar? Hanya saja sebagian besar manusia sudah terbiasa, begitu bukan? Bagaimana sebagian besar itu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada minoritas kalau mereka tidak berdiri diatas sepatu "si anomali"? 

Akhirnya semua itu bermuara dari bagaimana proses masing-masing manusia itu sampai pada satu titik pada satu masa yang sama. Tidak ada yang salah. Semua benar dengan latar belakang dalam sepatu yang mereka pakai. Dan benar, hubungan interpersonal antar manusia itu ialah yang paling rumit dan melelahkan.

-Flaynn-

12/01/2023
23.15


Comments

  1. wtf "penyeselasan" is?

    ReplyDelete
  2. hi, terima kasih koreksinya ya ^^

    ReplyDelete
  3. Bukannya dengan semakin “rumit dan melelahkan” nya suatu hubungan antar manusia, semakin bisa masuk kedalamnya bisa saling mengerti satu sama lain tanpa harus berkomunikasi, bukan kah itu hal yang sangat menabjukkan. Tapi dengan menemukan seorang yg tepat semua akan terasa lebih mudah lebih indah dan penuh warna, bisa hitam putih kuning merah hijau biru.
    Jadi tertarik membaca :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya setuju, dengan orang yang tepat semua akan terasa lebih ringan. Lalu saya bertanya-tanya apakah dengan melabeli seseorang itu "orang yang tepat" adalah sebuah keputusan yang tepat? Atau apakah itu hanya cara diri melimpahkan seluruh beban ekspektasi dengan dibalut label "dia orang yang tepat". Tidakkah itu begitu egois? Apa sebenarnya parameter tepat itu?

      Anyway, terima kasih sudah baca ya! Sampai jumpa di tulisan lainnya ☺️

      Delete

Post a Comment

Please let me know yout thoughts. Do you mind?

Popular posts from this blog

Biodata New Hope Club (1/3 - Reece)

Biodata New Hope Club (2/3 - George)

Biodata New Hope Club (3/3 - Blake)